depoktren.com-Istilah ABRI Hijau dan ABRI Merah Putih itu muncul seiring berdirinya ICMI yang dipimpin BJ Habibie di Malang pada 7 Desember 1990. Berdirinya ICMI tidaklah mulus dan Habibie pun meminta ijin Presiden Soeharto.
Berdirinya ICMI merupakan ungkapan syukur umat Islam yang mempu melahirkan sarjana dan cendekiawan. Peran Menristek BJ Habibie yang waktu itu sangat dipercaya Presiden Soeharto mampu melunakan hati Presiden Soeharto yang selam hampir 20 tahun hubungan dengan kalangan Islam kurang harmonis sejak 1970 hingga 1990, dimana Presiden Soeharto dilingkari oleh LB Moerdani di tubuh ABRI dan Soemarlin di kabinet.
Pihak ABRI pada waktu itu pernah menyoal ke Presiden Soeharto dengan berdirinya ICMI, tapi BJ Habibie bersama 49 tokoh Islam baik dari NU, Muhammdiyah, diantaranya K.H.Yusuf Hasyim (paman Gus Dur) Immaduddin Abdurrahim, dan Dawam Rahardjo, lalu di kabinet didukung Alamsyah Ratu Perwiranegara, Tarmiji Taher dan mendapat dukungan beberapa petinggi ABRI yakni diantaranya Achmad Tirtosudiro, Faisal Tanjung, dan Hartono.
Mereka akhirnya berhasil meyakini dan bahkan berhasil meng ‘Islam’ kan Presiden Soeharto. Bahkan Presiden Soeharto pun akhirnya mengijinkan berdirinya Harian Umum Republika yang merupakan media Islam pada 4 Januari 1993. Berdirinya Republika diangap sebagai ‘bayi ajaib’ pada waktu itu.
Letjen TNI (pur) Hasnan Habib pernah mengungkapkan istilah ABRI Hijau dan ABRI Merah Putih ini muncul pada awal 1990-an. Tepatnya saat hubungan mantan Presiden Soeharto dengan kelompok-kelompok Islam, termasuk ICMI, tengah mesra-mesranya.
Puncaknya, ketika R Hartono menjadi KSAD, Feisal Tanjung menjadi Pangab dikotonomikan sebagai ABRI Hijau dan kunci ABRI Merah Putih dipegang Benny Moerdani, Try Sutrisno, dan Edi Sudradjat serta Wismoyo Arismunandar dan Hendropriyono. Bahkan, Wismoyo yang juga bagian dari “Trah Cendana” menyindir Faisal Tanjung yang tak layak jadi Pangab karena gendut.
Dikotomi ABRI Hijau dan ABRI Merah Putih terus berlanjut hingga 1998 di era ABRI dipimpin Wiranto yanag juga dekat Habibie dan juga sangat dipercaya Presiden Soeharto. Wiranto mencoba menasionalisasikan Tubuh ABRI. Keinginan Wiranto tersebut, dalam satu garis dengan tidak ingin ada pengelompokan tidaklah ringan yang tentu saja membutuhkan tenaga ekstra.
Apalagi mulai muncul sosok Prabowo Subianto yang sangat berambisi menduduki kepemimpinan ABRI. Kemunculan Prabowo di kancah persaingan para petinggi ABRI dimulai saat mantu Presiden Soeharto ini memegang jabatan Komandan Kopassus pada 1995 dengan pangkat Brigjen. Selang setahun, Prabowo mengusulkan ke Presiden Soeharto agar Kopassus dimekarkan menjadi 3 Batalyon yakni Cijantung, Serang Dan Solo. Usul diterima dan Prabowo naik pangkat menjadi Mayjen sebagai Komandan Jenderal Kopassus. Karir Prabowo terus ‘terkatrol’ hingga menduduki posisi Panglima Kostrad dengan pangkat Letjen yakni dua bulan sebelum terjadinya kerusuhan Mei 1998.
Putra begawan ekonomi Soemitro Djojohadikoesoemo yang di masa kecilnya banyak dilewatkan di luar negeri ini juga dekat dengan Habibie. Prabowo juga merupakan anak didik dan kesayangan LB Moerdani bahkan LB Moerdani lah yang menjodohkan Prabowo dengan Titi Soeharto, putri ‘sang raja’ Soeharto.
Pada 1996, Prabowo dengan kelompoknya sendiri bersama Zacky Anwar Makarim, Kivlan Zein, Syafrie Syamsudin, Muchdi PR berusaha memunculkan kembali sentimen ABRI Hijau dan ABRI Merah Putih yang tentu saja berusaha dicegah Wiranto, SBY, Sugiono, dan Bambang Triantoro.
Puncaknya, garis keras yang ditunjukkan Prabowo itu justru dengan cepat mengakhiri karir militer Prabowo. Selain masalah HAM lewat penculikan aktivisi yang dilakukan Tim Mawar Kopassus yang dipimpin Kolenel Chairawan, juga karena sebagai Pangkostrad tanpa perintah Presiden Habibie yang mengantikan Presiden Soeharto melakukan inisiatif pengamanan Jakarta, khususnya Istana Presiden dan sejumlah bangunan penting, khususnya rumah Presiden Habibie di Kuningan.
Prabowo digantikan sebagai Pangkostrad pada tanggal 22 Mei 1998 oleh Presiden Habibie. Kemudian Prabowo digantikan oleh Johny Lumintang yang hanya menjabat sebagai Pangkostrad selama 17 jam, dan kemudian Pangkostrad dijabat Djamari Chaniago.
Setelah pergantian tersebut, Prabowo dengan berseragam loreng lengkap dengan kopel dan senjata datang ke Wisma Negara, pada 22 Mei 1998. Misi Prabowo jelas, ingin menghadap Presiden BJ Habibie. Prabowo datang dengan dua kendaraan, salah satunya ditumpangi oleh pengawal. Prabowo ingin menanyakan jabatannya yang baru saja dicopot. Sebelum bertemu Habibie , Prabowo diperiksa secara ketat, senjata yang dibawa juga dilucuti oleh pasukan pengawal presiden atas perintah Letjen Sintong Panjaitan yang menjadi penasehat militer Habibie.
Setelah diberi izin masuk ke dalam ruangan, keduanya yang memang dikenal akrab saling peluk dan mencium pipi. Kemudian, sempat terjadi dialog dalam bahasa Inggis, sebelum akhirnya Prabowo berbicara dengan nada tinggi.
“Ini penghinaan bagi keluarga saya dan keluarga mertua saya Presiden Soeharto. Anda telah memecat saya sebagai Pangkostrad,” tegas Prabowo dikutip dalam buku Prabowo: Ksatria Pengawal Macan Asia karya Femi Adi Soempeno dan Firlana Laksitasari. Habibie menjawab, “Anda tidak dipecat, tapi jabatan Anda diganti.”
Prabowo balik bertanya, “Mengapa?” Habibie kemudian menjelaskan bahwa ia menerima laporan dari Pangab Wiranto bahwa ada gerakan pasukan Kostrad menuju Jakarta, Kuningan, dan Istana Negara. “Saya bermaksud mengamankan Presiden,” kata Prabowo.
“Itu adalah tugas Pasukan Pengamanan Presiden yang bertanggung jawab langsung pada Pangab dan bukan tugas anda,” jawab Habibie. “Presiden apa Anda? Anda naif? jawab Prabowo dengan nada marah.”Masa bodoh, saya Presiden dan harus membereskan keadaan bangsa dan negara yang sangat memprihatinkan,” jawab Habibie .
“Atas nama ayah saya, Prof Soemitro Djojohadikusumo dan ayah mertua saya Presiden Soeharto, saya minta Anda memberikan saya tiga bulan untuk tetap menguasai pasukan Kostrad,” pinta Prabowo. Habibie menjawab dengan nada tegas, “Tidak! Sampai matahari terbenam anda sudah harus menyerahkan semua pasukan kepada Pangkostrad yang baru. Saya bersedia mengangkat Anda menjadi duta besar di mana saja!”. “Yang saya kehendaki adalah pasukan saya!” jawab Prabowo. “Ini tidak mungkin, Prabowo!,” tegas Habibie dengan nada keras.
Ketika perdebatan masih berlangsung seru, Sintong Panjaitan masuk sembari menyatakan kepada Prabowo bahwa waktu pertemuan sudah habis. “Jenderal, Bapak Presiden tidak punya waktu banyak dan harap segera meninggalkan ruangan,” pinta Letjen Sintong Panjaitan yang pernah menjadi anak didik LB Moerdani.
Setelah itu Prabowo menempati posisi baru sebagai Komandan Sekolah Staf Komando (Dansesko) ABRI menggantikan Letjen Arie J Kumaat. Prabowo mengisahkan serah terima jabatan dilakukan secara sederhana dan tertutup. “Belum pernah ada perwira tinggi dipermalukan institusinya, seperti yang saya alami,” kata Prabowo.
Selanjutnya, Prabowo harus menjalani sidang Dewan Kehormatan Perwira (DKP). Prabowo disinyalir terlibat dalam penculikan aktivis saat masih menjabat sebagai Danjen Kopassus. 15 Perwira tinggi bintang tiga dan empat mengusulkan ke Pangab Wiranto agar Prabowo dipecat. “Saya paham, dewan ini sudah bersidang dengan susah payah selama sebulan dan orang-orangnya berpengalaman. Maka, saya (acc) setuju,” kata Wiranto. Tamatlah sudah karier Prabowo yang kemudian dipecat dari militer.
Sedangkan Danjen Kopassus Muchdi PR dibebastugaskan, dan diganti Mayjen Syahrir MS. Muchdi akhirnya pensiun dengan pangkat Letjen. Sedangkan Koloner Chairawan juga dibebastugaskan dan terus berkarir hingga pensiun dengan pangkat Mayjen. Adapun Syafrie karir terus berlanjut hingga terakhir menduduki jabatan Sekjen Kemenhankam dengan pangkat terakhir Letjen.
Ini yang harus dicermati, apa benar Prabowo itu dari kubu ABRI Hijau yang membela Islam atau jangan-jangan kubu Prabowo pada waktu itu justru ingin mengambil keuntungan dari pertentangan dari kubu ABRI Merah Putih dan ABRI Hijau. Parbowo punya kubu sendiri tidak hijau tidak juga merah putih dan Wiranto bersama SBY berhasil meredamnya. Yang masih menjadi pertanyaan, kalau Prabowo itu dari kubu ABRI Hijau, kenapa dia melawan Presiden Habibie yang merupakan tokoh yang berperan penting berdirinya ICMI. (dikutip dari catatan Wartawan Republika, Rusdy Nurdiansyah dalam statusnya di facebook)
26,419 total views