Aktivis Perempuan : Sitok Srengenge Harus Dihukuman Berat

0
548

depoktren.com-Dosen, seniman dan budayawan Sitok Srengenge alias Sitok Sudarto, yang juga dikenal sebagai salah seorang tokoh komunitas Salihara yang berlokasi di Jl. Salihara, Pasar Minggu, Jakarta Selatan dilaporkan ke Polda Metro Jaya atas tindak perkosaan yang dilakukannya terhadap seorang mahasiswi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB UI) berinisial RW. Akibat perbuatannya, gadis berusia 22 tahun tersebut kini hamil 7 bulan.

”Dia (Sitok Srengenge), harus mendapatkan hukuman yang seberat-beratnya. Sebagai dosen apalagi seniman dan budayawan, dia telah merusak citra dunia pendidikan, seni dan budaya,” ujar
Aktivis perempuan, Gefarina Djohan, Rabu (4/12).

Menurut Gefarina, melihat kasus ini sebagai salah satu kasus yang mewakili kasus-kasus serupa, namun tidak pernah muncul ke permukaan. Menurutnya, kasus ini harus segera diselesaikan danpelakunya harus mendapat hukuman yang seberat-beratnya. “Alasannya, agar bisa menjadi acuan bagi kasus serupa,” ujar Gefarina.

Lebih jauh Gefarina mengatakan, di daam kasus ini terdapat sebuah pola tindakan tidak bermoral. Korban dalam posisi tertekan dan pelaku merupakan orang yang seharusnya dalam posisi sebagai pelindung. “Ketika seseorang berada dalam posisi berkuasa, tidak seharusnya dia melakukan tindakan yang kemudian merugikan orang yang berada di bawah kekuasaannya,” papar mantan ketua Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) ini.

Diutarakan Gefarina, jika pelaku dan korban keduanya berada di posisi yang setara, misalnya seusia, berteman, kemudian pacaran, dan hamil lalu pihak laki-laki menolak bertanggungjawab, itu lain perkara.

”Tapi dalam kasus ini, korban berada dalam posisi tertekan dan tidak berdaya sehingga istilah suka sama suka tidak mungkin berlaku. Kekerasan ‘kan tidak harus berwujud kekerasan fisik. Intimidasi dan semacamnya adalah kekerasan psikologis yang dampaknya tidak kalah merugikan,” demikian terang penerima hibah Madeleine K. Albright pertama di Washington DC pada tahun 2005 ini.

Gefarina melanjutkan, sampai kasus ini selesai harus ada upaya terus menerus untuk memastikan bahwa korban mendapatkan perlindungan dan diberi kekuatan moral. “Kelompok-kelompok perempuan bisa memberikan tekanan kepada teman-teman budayawan. Sitok sebagai budayawan seharusnya lebih bermoral. Tidak boleh semena-mena,” pungkasnya. @tur

 880 total views

LEAVE A REPLY